Selama di STM, saya masih kesulitan keuangan. Uang untuk hidup di Malang berasal dari gaji ibu yang terbilang kecil.
Ibu bilang, uang R300 ribu itu adalah gaji full yang diberikan kepada saya saat di Malang. Oleh karena itu, saya harus memutar otak mencari uang tambahan.
Saya menjadi pengurus takmir sebuah masjid di Malang. Dari situ, kadang saya mendapat berkat untuk makan, terutama ketika ada orang meninggal atau pernikahan.
Bila berkat berlebih, biasanya saya berikan kepada tukang becak atau tukang parkir. Selama bulan puasa, banyak makanan dan takjil dikirim warga ke masjid tempat saya mengabdi, sehingga saya bisa mendapat makan gratis. Walaupun tidak seberapa, itu sudah cukup membuat saya senang.
Selain aktif di masjid, saya juga aktif di beberapa kegiatan sekolah seperti paskibraka. Saat kelas dua, saya sempat dikirim ke Kodya Malang mewakili sekolah dan menjadi paskibraka pengibaran bendera merah putih pada Agustusan tahun 1998 di Alun-Alun Tugu Kota Malang.
Mengenang peristiwa itu, saya sangat bangga dan senang pernah dipercaya sebagai petugas upacara kemerdekaan 17 Agustus.
Saya juga aktif di Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Keaktifan saya di OSIS tidak murni untuk belajar, tetapi karena di situ kadang dapat konsumsi.
Tentu, saya juga memperbanyak pertemanan agar bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan uang saat itu ataupun di kemudian hari. Misalnya, melalui pertemanan itu saya mengkoordinir fotokopi untuk modul mata pelajaran tertentu.
Jika teman-teman mau memfotokopi, saya menawarkan jasa untuk mengkoordinirnya sehingga saya tidak perlu membayar fotokopinya.
Ada juga yang pesan jaket ke saya, dari situ saya dapat keuntungan tambahan untuk membiayai kekurangan uang setiap bulannya. Saya tidak malu melakukan ini di hadapan teman-teman.
Saya juga merakit komputer untuk dijual ke beberapa teman yang membutuhkan. Misalnya, ada teman yang punya budget sejuta dan ingin punya komputer, saya siap membantunya.
Saya membelikan perangkat-perangkat yang dibutuhkan lalu merakitnya menjadi komputer. Saya mendapatkan uang tambahan lagi untuk jajan dan makan di Malang.
Pada usia yang relatif belia, saya sudah terasah untuk berwirausaha dan bekerja keras atau setidaknya mencari untung dari apa yang saya kerjakan tanpa harus terus-menerus meminta kepada orang tua.
Bersambung……
baca artikel sebelumnya tentang Part 5 : Sekapur Sirih Resep Satu, Obsesi Ke STM Telkom
Yang belum membaca part sebelumnya boleh nggih dari Part 1: Sekapur Sirih, Beban Menjadi Tantangan