Keluargaku hanya berkecukupan, dan pengalaman masa kecil dengan berbagai keterbatasan membuatku tidak ingin menjadi guru. Gaji guru sangat kecil pada waktu itu. Seingat saya, gaji ibu hanya sekitar Rp300 ribu per bulan dan selalu kurang. Dengan jumlah uang itu, ibuku harus bekerja tambahan agar kehidupan keluarga kami bisa terus berjalan.
Saya melanjutkan sekolah ke STM Telkom di Sawojajar, Kota Malang. Pilihan ini akhirnya saya ambil karena aku ingin langsung bekerja setelah lulus. STM Telkom merupakan sekolah kedinasan, yang pada awalnya menjamin lulusannya langsung ditempatkan di PT Telkom.
Dalam benaku, STM Telkom adalah sekolah yang cocok untuk ku datangi. Sejak SMP, saya memang sudah menyatakan bahwa tidak ingin kuliah. saya hanya ingin segera bekerja, mendapatkan uang banyak, dan membahagiakan keluarga.
Perjalanan ke STM Telkom Malang bermula ketika saya masih kelas 3 SMP. Saat itu ada perwakilan dari STM Telkom yang presentasi program sekolah mereka ke SMP-SMP di Bondowoso, termasuk ke sekolah saya.
Mendengar presentasi itu, langsung lah saya tertarik dan mantap melanjutkan studi ke STM Telkom. saya benar-benar membayangkan setelah lulus dari sana, saya akan langsung bekerja di PT Telkom dengan gaji yang besar.
Keinginan sekolah di Malang juga didorong oleh keinginan hati ini untuk keluar dari rumah dan terbebas dari aktivitas rutin yang membosankan, seperti membungkus es dan beberapa makanan yang akan dijual di koperasi sekolah. Disitulah saya merasa butuh suasana dan tantangan baru di tempat yang baru.
akhirnya saya pun tertarik untuk masuk ke sekolah tersebut, tetapi tidak ada yang bisa mengantarkanku ke Malang untuk mendaftar.
saya mengajak teman-teman di SMP untuk masuk ke STM Telkom yang dianggap menjanjikan bagi masa depan kami. Saat itu, ada sekitar tujuh orang yang kuajak, dan salah satu dari mereka keluarganya punya mobil.
Ini adalah bagian dari upaya yang saya lakukan agar bisa nebeng ke Malang untuk mendaftar karena ibu tidak bisa mengantarkan.
Setelah tes masuk dilakukan, ternyata tidak semua anak diterima di STM Telkom. Dari tujuh orang itu, hanya saya dan teman namanya Uuk yang diterima. “Termasuk yang punya mobil itu tidak diterima,” hah.. mengingat akan kenangan itu membuat jadi tertawa, hehehe.
Persaingan masuk STM Telkom memang tidak mudah. saya harus bersaing dengan 1.200 pendaftar lainnya dari berbagai wilayah di Indonesia.
Sementara kuota siswa yang diambil hanya 120 orang saja. Peluangnya hanya satu banding seratus, jadi wajar jika penyaringannya sangat ketat dan hmm saya merasa beruntung bisa masuk.
Akhirnya saya resmi belajar di STM Telkom, Sawojajar, Kota Malang. Selama di sekolah, saya belajar elektronika-informatika yang memberiku pengetahuan luas di bidang teknologi informatika.
Pengetahuan ini sangat mempengaruhi perjalanan karierku, dimulai dari menjadi penjaga warnet, kemudian pemilik warnet, hingga agen properti online.
Bersambung……
baca juga artikel sebelumnya tentang Part 4: Sekapur Sirih Resep Satu, Sejak SMP Sudah Ingin Bekerja
Yang belum membaca part sebelumnya boleh nggih dari Part 1: Sekapur Sirih, Beban Menjadi Tantangan